Teroesir : Metafora Film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Dalam Penciptaan Busana Dengan Edgy Style
Main Article Content
Abstract
Metafora umumnya digambarkan melalui simbol-simbol ataupun perumpamaan dari film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, yang tergolong dalam perfilman Nusantara, dimana film ini mengandung budaya Minangkabau dan Makassar. Penciptaan ini merupakan salah satu upaya apresiasi terhadap perfilman Indonesia melalui perwujudan busana ready to wear, ready to wear deluxe, dan haute couture, sehingga dapat menjadi bentuk kekayaan baru berbasis pada kearifan lokal.Proses kreatif menggunakan metodelogi desain Tjok Ratna Cora, yaitu “FRANGIPANI, The Secret Steps of Art Fashion” yang terdiri atas sepuluh tahapan dalam proses perancangan desain fashion berdasarkan identitas budaya Bali.
Berdasarkan uraian metafora pada kisah cinta Zainuddin dan Hayati, maka tercipta busana dengan style edgy. Edgy merupakan busana yang tergolong tidak biasa atau out of the box dengan ciri warna hitam yang mendominasi. Dalam karya ini didasari oleh pemeran utama yaitu Zainuddin, terlahir dari orang tua yang berbeda suku. Warna hitam sebagai sisi ayahnya, yaitu ciri warna pada baju adat pria Minangkabau, sedangkan warna ungu sebagai sisi ibunya, yaitu warna baju adat Makassar pada wanita janda. Warna hitam mendominasi dikarenakan Minangkabau (tanah kelahiran ayah Zainuddin) sebagai latar tempat pada film ini. Ketiga busana ini menggunakan print fabric yang mengilustrasikan kisah film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Pada busana ready to wear terdiri tiga pieces, yaitu dress, outer, dan mini skirt. Pada busana ready to wear deluxe terdiri atas tiga pieces, yaitu shirt, outer, dan pants. Dan pada busana haute couture terdiri atas dua pieces, yaitu gown dan balloon sleeves.