Penolak Bala: Metafora Tradisi Mejaga-Jaga Dalam Busana Exotic Dramatic

Authors

  • Dewa Ayu Diah Arie Indradewi Institut Seni Indonesia Denpasar
  • I Made Radiawan Institut Seni Indonesia Denpasar
  • Tjokorda Gde Abinanda Sukawati Institut Seni Indonesia Denpasar

DOI:

https://doi.org/10.59997/bhumidevi.v1i1.298

Keywords:

Tradisi, 7 Ikatan, Banteng, Darah

Abstract

Tradisi Mejaga-jaga di Desa Pakraman Besang Kawan Tohjiwa, Kelurahan Semarapura Kaja, Klungkung dilaksanakan pada Tilem Sasih Karo . Tradisi ini digelar tiap tahun dengan tujuan untuk menghidari terjadinya malapetaka bagi warga desa. Kegiatan tradisi ini dipusatkan di catus pata desa setempat. Tradisi ini menggunakan seekor banteng sebagai kurban suci yang di arak keliling desa dan di tebas untuk di cecerkan darahnya di jalanan, karena dipercaya sebagai penetralisir desa. Darah tersebut juga di yakini warga setempat sebagai obat berbagai macam penyakit sehingga warga berebut mengambil darah yang bercucuran untuk dilumuri di seluruh badan.Tradisi Mejaga-jaga menjadi inspirasi dalam penciptaan karya busana. Proses karya busana berdasarkan delapan tahapan penciptaan busana yang terdiri dari ; design brief, research and sourcing, design development; prototypes, sample and contruction, final collaction; promotion marketing, branding and sales, prodaction, dan the business. Koleksi busana tersebut juga diciptakan dengan pendekatan teori semiotika dan estetika. Berdasarkan analisis teori dari Charles Sander Peirce dan metode penciptaan busana yang terdiri dari busana ready to wear, ready to wear delux dan haute couture Tradisi Mejaga-jaga yang divisualisasikan dengan menggunakan motif yang berkaitan dengan tradisi tersebut.

Published

2021-07-02

How to Cite

Indradewi, D. A. D. A., Radiawan, I. M., & Sukawati, T. G. A. (2021). Penolak Bala: Metafora Tradisi Mejaga-Jaga Dalam Busana Exotic Dramatic. BHUMIDEVI: Journal of Fashion Design, 1(1), 139–145. https://doi.org/10.59997/bhumidevi.v1i1.298

Issue

Section

Articles