Konsep Bakti Pada Penyajian Gending-Gending Gambang di Desa Kwanji Sempidi
DOI:
https://doi.org/10.59997/jurnalsenikarawitan.v1i2.306Kata Kunci:
bakti, gending gambang, Kwanji SempidiAbstrak
Konsep bakti adalah rasa hormat; perbuatan yang menyatakan setia, kasih, dan tunduk, dalam Hindu direalisasikan melalui penyajian gending-gending Gambang yang merefleksikan konsep bakti tersebut. Sebagai alat bunyi – bunyian, gamelan Gambang selalu hadir dan melengkapi upacara Ngaben di desa Kwanji Sempidi. Mengapa dalam setiap ritual ngaben di desa Kwanji selalu diiringi dengan gamelan Gambang? Bagaimanakah makna konsep bakti dalam penyajian gending-gending Gambang di desa Kwanji Sempidi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini mempergunakan jenis metode penelitian deskriptif kualitatif melalui pengumpulan data dengan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Melalui metode tersebut, pada gamelan Gambang Kwanji Sempidi, penyajian gending-gending Gambang adalah wujud bakti segenap sekaa Gambang kepada para leluhur-leluhur Gambang di Kwanji Sempidi yang telah mendidik mereka dan sekaligus pembuktian bagaimana mereka menjaga warisan budaya yang mereka tanamkan kepada generasinya. Dalam memainkan gending-gending Gambang oleh sekaa Gambang Kwanji Sempidi, semua pemain memainkan Gambang dengan rasa bakti (hormat dan tunduk) pada uger-uger gending Gambang. Rasa hormat tersebut terlihat dari sistim koordinasi antar pemain yang terjadi dalam memainkan gending Gambang. Instrumen Gangsa adalah pemegang kendali lagu atau pengatur jalannya gending yang dimainkan. Pemain Gambang yang lain (Pengenter, Pemero, Penyelat, Pemetit) harus tunduk dengan pemain Gangsa Gambang. Gambang Pengenter mempunyai tugas sebagai pengatur sekaligus pembawa tempo dengan memainkan pola melodi dasar lagu. Instrumen gambang pemero, penyelat, dan pemetit juga harus mampu mendengarkan tempo yang dimainkan oleh Gambang Pengenter. Gambang Penyelat dan Pemero merespon kemana melodi lagu yang dimainkan.
Unduhan
Referensi
Bandem, I. M. (2013) Gamelan Bali Di Atas Panggung Sejarah. Yogyakarta: BP STIKOM Bali.
Bandem, I. M. (1991) Prakempa Sebuah Lontar Gamelan Bali. Denpasar: Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar.
Dibia, I. W. (1999) Selayang Pandang Seni Pertunjukan Bali. Yogyakarta: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.
Djelantik, A. A. . . (1999) Estetika Sebuah Pengantar. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.
Djohan (2009) Psikologi Musik. III. Yogyakarta: Glang Press.
Donder, I. K. (2005) Esensi Gamelan dalam Prosesi Ritual Hindu Perspektif Filosofis- Teologis, Psikologis, Sosiologis dan Sains.Surabaya.
Indiani, N. M. (1997) Konsepsi Tri Hita Karana. UNHI.
Piliang, Y. A. (2012) Semiotika dan Hipersemiotika, Kode Gaya dan Matinya Makna. Bandung: Matahari.
Pudja, G. T. R. S. (1976) Manawa Dharmacastra. Jakarta: CV. Junasco.
Sinti, I. W. (2011) Gambang Cikal Bakal Karawitan Bali. Denpasar: TSPBOOKS.
Sugiyono (1992) Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Suparli, B. (1983) Tinjauan Seni. Denpasar: Proyek Pengadaan Buku Pendidikan Menengah Kejuruan. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Warna, I. W. (1990) Kamus Bali-Indonesia. Bali: Dinas Pendidikan Dasar Provinsi Bali.
Yudarta, I. G. (2009) Gamelan Gambang dalam Ritual Keagamaan Umat Hindu di Kota Denpasar. Denpasar: ISI Denpasar.
Yudarta, I. G. (2016) ‘Gamelan Gambang Dalam Prosesi Upacara Pitra Yadnya di Bali’, Kalanguan, 122(Gambang).